Minggu, 27 Maret 2016

Talaffudh Niat, Tanpa Niat di Hati

Talaffudh Niat, Tanpa Niat di Hati

Keabsahan sebuah ibadah sangat  tergantung pada niat. Begitu pula dengan pahalanya, diterima atau tidak itu juga berkelindan dengan niat.

Ibadah yang tanpa didasari dengan niat baik semisal ingin pamer di hadapan publik, demi pencitraan politik, atau untuk menarik hati seorang gadis, tentu tidak akan bernilai apa-apa di mata Allah SWT. Itulah alasan Nabi Muhammad SAW mengatakan, ”Sesungguhnya setiap amalan itu bergantung kepada niat,” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menjadi dasar bahwa niat menjadi rukun dalam kebanyakan ibadah. Mayoritas ulama memosisikan niat berada dalam hati manusia. Sementara lisan hanya bukti atau penguat apa yang ada di dalam hati.

Selain itu, niat mesti muqtarinan bil fi’li untuk sebagian besar ibadah. Ketika seorang insan hendak sembahyang, ia harus berniat sambil takbiratul ihram. Bahkan, seperti yang dikutip Wahbah al-Zuhaili dalamFiqhul Islam wa Adillatuhu, andaikan  berniat terlebih dahulu atau tidak berbarengan niat dengan takbir, shalatnya dihukumi batal menurut madzhab al-Syafi’i. Sementara menurut madzhab lain, masih dianggap sah jika selang waktu niat dengan takbir tidak terlalu lama.

Bagi sebagian orang, niat di hati sembari takbir memang tidak mudah. Tak heran bila orang yang berpegang teguh pada prinsip ini mengulang terus-menerus takbir sampai niat benar-benar tergeletak di hatinya seiring dengan takbir.

Namun pada dasarnya, orang yang tidak mampu berniat dengan model ideal ini diperbolehkan untuk sekadar melafalkan (talaffudh) niat sebelum takbir dan tidak mesti beriringan dengannya. Perihal ini sangat sesuai dengan prinsip Islam yang mudah dan tidak memberatkan. Melalui riwayat Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya agama ini mudah,” (HR Al-Bukhari, Ibnu Hibban, dan lain-lain).

Maka dari itu Abdurrahman al-Ahdal dalam al-Mawahibus Saniyah Syarhul Farahidil Bahiyahmemperbolehkan orang awam, atau masyarakat yang keberatan melakukan hal ini untuk sekedar melafalkan niat tanpa membatinkannya di dalam hati.

“Pelafalan niat (tentu sebelum takbir) tanpa niat di hati jelas tidak memadai. Ini berlaku juga meski untuk orang awam. Demikianlah dikatakan para ulama. Namun demikian praktik ini tidaklah mudah. Karenanya pelafalan niat secara lisan tanpa dibarengi niat di hati untuk era sekarang terbilang memadai. Maksud kami, di zaman kita ini orang-orang yang tidak shalat malah lebih banyak ketimbang orang yang hanya kurang sempurna shalatnya.”

Pendapat ini sangat memudahkan bagi sebagian orang terlebih lagi di era multikrisis ini. Paling tidak adanya fatwa ini dapat memberi kenyaman bagi orang awam, orang yang merasa kesulitan, atau orang yang tidak terbiasa berniat dengan model ideal yang dianjurkan para ulama dulu.

Berdasarkan kutipan ini pula, ahli agama melihat kenyataan sosial sebelum merumuskan sebuah hukum. Terkadang standarisasi yang begitu ketat diturunkan untuk menarik perhatian masyarakat dalam beribadah dan beragama. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)

Niat memiliki arti penting dalam setiap ibadah. Keabsahan sebuah ibadah sangat  tergantung pada niat. Begitu pula dengan pahalanya, diterima atau tidak itu juga berkelindan dengan niat.

Ibadah yang tanpa didasari dengan niat baik semisal ingin pamer di hadapan publik, demi pencitraan politik, atau untuk menarik hati seorang gadis, tentu tidak akan bernilai apa-apa di mata Allah SWT. Itulah alasan Nabi Muhammad SAW mengatakan, ”Sesungguhnya setiap amalan itu bergantung kepada niat,” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menjadi dasar bahwa niat menjadi rukun dalam kebanyakan ibadah. Mayoritas ulama memosisikan niat berada dalam hati manusia. Sementara lisan hanya bukti atau penguat apa yang ada di dalam hati.

Selain itu, niat mesti muqtarinan bil fi’li untuk sebagian besar ibadah. Ketika seorang insan hendak sembahyang, ia harus berniat sambil takbiratul ihram. Bahkan, seperti yang dikutip Wahbah al-Zuhaili dalamFiqhul Islam wa Adillatuhu, andaikan  berniat terlebih dahulu atau tidak berbarengan niat dengan takbir, shalatnya dihukumi batal menurut madzhab al-Syafi’i. Sementara menurut madzhab lain, masih dianggap sah jika selang waktu niat dengan takbir tidak terlalu lama.

Bagi sebagian orang, niat di hati sembari takbir memang tidak mudah. Tak heran bila orang yang berpegang teguh pada prinsip ini mengulang terus-menerus takbir sampai niat benar-benar tergeletak di hatinya seiring dengan takbir.

Namun pada dasarnya, orang yang tidak mampu berniat dengan model ideal ini diperbolehkan untuk sekadar melafalkan (talaffudh) niat sebelum takbir dan tidak mesti beriringan dengannya. Perihal ini sangat sesuai dengan prinsip Islam yang mudah dan tidak memberatkan. Melalui riwayat Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya agama ini mudah,” (HR Al-Bukhari, Ibnu Hibban, dan lain-lain).

Maka dari itu Abdurrahman al-Ahdal dalam al-Mawahibus Saniyah Syarhul Farahidil Bahiyahmemperbolehkan orang awam, atau masyarakat yang keberatan melakukan hal ini untuk sekedar melafalkan niat tanpa membatinkannya di dalam hati.

“Pelafalan niat (tentu sebelum takbir) tanpa niat di hati jelas tidak memadai. Ini berlaku juga meski untuk orang awam. Demikianlah dikatakan para ulama. Namun demikian praktik ini tidaklah mudah. Karenanya pelafalan niat secara lisan tanpa dibarengi niat di hati untuk era sekarang terbilang memadai. Maksud kami, di zaman kita ini orang-orang yang tidak shalat malah lebih banyak ketimbang orang yang hanya kurang sempurna shalatnya.”

Pendapat ini sangat memudahkan bagi sebagian orang terlebih lagi di era multikrisis ini. Paling tidak adanya fatwa ini dapat memberi kenyaman bagi orang awam, orang yang merasa kesulitan, atau orang yang tidak terbiasa berniat dengan model ideal yang dianjurkan para ulama dulu.

Berdasarkan kutipan ini pula, ahli agama melihat kenyataan sosial sebelum merumuskan sebuah hukum. Terkadang standarisasi yang begitu ketat diturunkan untuk menarik perhatian masyarakat dalam beribadah dan beragama. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)

Di kutip dari www.nu.or.id

Soal Teks Ulasan Film


KEMENTERIAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI BANGIL
KABUPATEN PASURUAN
Jl. Balai Desa Glanggang 3 A Beji Telp (0343)742690 PO BOX 17 Bangil 67153

UTS Genap 2015-2016

Mapel               : Bahasa Indonesia                                Kelas, Program   : XI, MIA, IIS, IBB, IIA
Waktu               : 45 menit

Cermati  teks ulasan berikut untuk menjawab soal nomor 1 s.d 3!
Pagi hari dalam sebuah ruang sekolah di Lhok Nga, desa kecil di Pantai Aceh,26 Desember 2004, Delisa berupaya khusyuk menjalankan praktek shalat di depan Ustad Rahman dan Ustazah Nur yang mengujinya .Ibunya, Ummi salamah , bersama beberapa ibu lainya menyaksikan dari luar jendela. Ucapan Sang Ustad sebelumanya agar dia tetap fokus pada shalat meski apapun yang terjadi di sekeliling benar – benar ditaati gadis kecil itu. Termasuk juga gempa yang mengguncang dan plafon atap mulai berjatuhan. Bahkan ketika ustad Rahman dan guru penguji lain keluar dan teriak panik ibunya  tidak membuat beranjak. Dia tetap membaca doa shalat yang dihafanya. Air bah tsunami pun meluluhlantakkan tempat itu dan menenggelapkan delisa.
Film ini di buka dengan beberapa adegan manis dua hari sebelum malapetaka itu. Delisa tinggal bersama ummi dan tiga kakaknya, Fatimah, dan si kembar Aisah dan Zahra. Abi usman, ayahnya, bekerja di sebuah kapal tengker asing nun jauh dari tempat tinggal mereka. Delisa digambarkan sulit melakukan hafalan salat, dibangunkan shalat  subuh juga susah. Umminya sampai menjanjikan sebuah kalung huruf “D” yang di belikan dari toko milik Koh Acan ,jika delisa lulus ujian praktik shalat. Seperti anak–anak kecil umumnya,delisa senang bermain.
Film ini menunuju sebuah ending apakah umminya selamat atau setidaknya ditemukan tubuhnya. Hal ini juga begitu menggetarkan namun, apapun itu Delisa digambarkan sebagai sosok yang ikhlas. Tentunya dia juga bertekad menuaikan janjinya memyelesaikan hafalan shalatnya. ”Delisa shalat bukan demi kalung, tetapi ingin shalat yang benar.”
Setelah tsunami menghantam, Delisa diselamatkan seorang ranger (tentara) Amerika Serikat bernama Smith. Sayang, kaki Delisa harus diamputasi. Dia juga dikenalkan dengan Sophie, relawan asing lainnya yang simpati. Delisa juga tahu bahwa ketiga kakaknya sudah pergi ke surge, Tiur Juga Ibunya serta  ustazah Nur. Semua digambarkan dengan surealis melintas  sebuah gerbang di lepas pantai menuju negeri  dengan masjid yang indah.  Film yang diangkat dari novel  laris karya Tere Liye ini merupakan film akhir tahun  sekaligus juga film menyambut  awal  tahun 2012 yang manis. Cocok diputar untuk menyambut  peringatan tsunami sekaligus juga hari ibu.
1.      Dari teks ulasan di atas yang merupakan orientasi adalah .…            (skor 10)
2.      Dari teks ulasan di atas yang merupakan tafsiran isi teks adalah….   (skor 10)
3.      Dari teks ulasan di atas yang merupakan evaluasi teks adalah….      (skor 10)
Cermatilah penggalan teks ulasan berikut untuk menjawab soal nomor 4-5!
Habibie & Ainun, Kisah cinta Romantik nan Klasik
Siapa yang tidak mengenal Bapak Burhanuddin Jusuf Habibie? Beliau merupakan Presiden Republik Indonesia ketiga yang menggantikan presiden sebelumnya, yaitu Bapak Soeharto. Habibie memimpin Indonesia saat Indonesia berada di ujung tanduk. Krisis moneter sedang menjerat perekonomian Indonesia kala itu. Habibie sebagai sosok yang dianggap memiliki kecerdasan di atas manusia normal bahkan genius sekalipun harus memikul beban yang sangat berat guna menyelesaikan permasalahan bangsa kala itu. Ditambah lagi, terjadi krisis kepercayaan dari masyarakat Indonesia. Mantan Menteri Riset dan Teknologi itu pun hanya menjabat sebagai presiden selama sekitar 1,5 tahun saja.
4.      Rangkuman yang tepat teks tersebut adalah….        (skor 15)
5.     Isi penggalan teks ulasan tersebut adalah….             (skor 15)
Tangkuban Perahu
Beberapa tahun kemudian Sangkuriang bertemu kembali dengan Dayang Sumbi yang tetap muda dan cantik. Mereka saling jatuh cinta. Dayang Sumbi kemudian mengetahui bahwa pemuda itu tak lain adalah anak kandungnya. Maka Dayang Sumbi mencari akal agar Sangkuriang membuat karya, antara lain membuat perahu. Sangkuriang tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya. Sangkuriang pun marah dan perahu ditendangnya hingga terbalik, yang konon menjadi Gunung Tangkuban Perahu
6.     Nilai moral yang terkandung dalam penggalan cerita tersebut di atas adalah…..          (skor 15)
Cermati penggalan cerita berikut !
“Penduduk kampung ini,” kata sutan Duano lebih dari empat ribu orang laki-laki dan perempuan. Kalau mereka kita ajak bergotog royong mengangkut air danau, sawah-sawah yang telah ditanam itu akan tertolong. Mereka bias dibagi dalam sepuluh regu. Dengan demikian,setiap orang hanya akan bergotong royong sekali sepuluh hari saja. Dengan orang yang sebanyak itu, pekerjaan tidak akan lama benar.  Paling lama tiga jam dalam sehari.”
7.     Unsur yang dominan dalam penggalan cerita di atas adalah…..         (skor 10)
Cermati penggalan cerita berikut!
…. Perempuan sekarang hendak sama haknya dengan kaum laki-laki. Apa yang hendak disamakan? Hak perempuan ialah mengurus anak suaminya, mengurus rumah tangga. Perempuan sekarang Cuma meminta hak saja pandai. Kalau suaminya pulang dari kerja, benar ia suka menyambutnya, tetapi ia lupa mengajak suaminya duduk, biar ditanggalkannya sepatunya. Tak tahukah perempuan sekarang kalau dia bersimpuh dihadapan suaminya akan meninggalkan sepatunya, bukankah itu setia? Apalagi hak perempuan, selain dari member hati pada laki-laki?
8. Amanat yang terkandung dalam penggalan cerita tersebut adalah…. (skor 15)