Indonesia, Surganya Dunia dan diduga Atlantis yang
Hilang
Indonesia, merupakan tanah yang subur kaya akan
sumber daya alam yang melimpah ternyata menyimpan banyak misteri, salah satunya
diduga tempat atlantis yang hilang oleh beberapa ahli.
Perburuan,
dan spekulasi keberadaan Atlantis terus dicari sepanjang zaman. Sejumlah karya
lahir, dan menunjukkan daerah tertentu diduga bagian dari ‘Kejayaan yang
Tenggelam’ itu.
Indonesia
juga masuk dalam daftar spekulasi para peneliti dan peminat mitologi Atlantis.
Misalnya, Profesor Arysio Santos dari Brazil. Dia geolog dan fisikawan nuklir.
Lalu, ada ahli genetika dari Oxford, Inggris, Profesor Stephen Oppenheimer.
Keduanya menduga wilayah Indonesia memendam sisa-sisa ‘Surga Yang Hilang’ itu.
Santos
menampilkan peta wilayah Indonesia dalam bukunya yang terbit pada 2005,
“Atlantis: The Lost Continent Finally Found.” Benua hilang itu kemungkinan
berada di sebagian Indonesia dan Laut China Selatan, demikian keyakinan Santos.
Dalam karya itu, dia mengklaim telah melakukan riset perbandingan, seperti
kondisi wilayah, cuaca, potensi sumber daya alam, gunung berapi, dan pola hidup
masyarakat setempat
Dalam
buku itu, dia berhipotesis, wilayah Nusantara dulunya adalah Atlantis. Bagi
Santos, indikasi itu antara lain soal luas wilayah. Seperti dikatakan Plato,
Atlantis “lebih besar dari gabungan Libya (Afrika Utara) dan Asia (Minor)”.
Indonesia, oleh Santos, dianggap cocok dengan karakter geografi itu.
Video
wawancara Santos di laman YouTube, menampilkan dia tak
ragu bahwa Atlantis benar-benar ada, dan bukan sekedar mitos. Santos
menjelaskan mengapa selama ini para ilmuwan gagal menemukan Atlantis, dan ragu
akan keberadaan kota yang hilang itu. “Karena mereka mencarinya di tempat yang
salah. Mereka mencarinya di Laut Atlantis,” kata dia dalam wawancara di YouTube, seperti dimuat
laman Hubpages.
Anggapan
Atlantis berada di Samudera Atlantis, memang logis. Namun, itu bukan lokasi
yang tepat. “Atlantis berada di Lautan Hindia [Indonesia], di belahan lain
bumi,” kata dia. Di belahan bumi timur itulah, peradaban bermula. Namun, kata
dia, Samudera Hindia atau Laut China Selatan sebagai lokasi Atlantis hanya
batasan. “Lebih pastinya di Indonesia,” lanjut Santos.
Sebelum
zaman es berakhir 30.000 sampai 11.000 tahun lalu, di Indonesia terdapat
daratan besar. Saat itu permukaan laut 150 meter lebih rendah dari yang ada
saat ini. Di lokasi itulah tempat adanya peradaban. Sementara, sisa bumi dari
Asia Utara, Eropa, dan Amerika Utara masih diselimuti es.
Pulau-pulau
yang tersebar di Indonesia dianggap sebagai puncak gunung, dan dataran tinggi
dari suatu benua yang tenggelam akibat naiknya permukaan air laut, dan
amblesnya dataran rendah di akhir Masa Es Pleistocene. Itu terjadi sekitar
11.600 tahun lampau. “Itu adalah rentang waktu sama dengan dipaparkan Plato
dalam dialog ciptaannya saat menyinggung Atlantis,” tulis Santos pada bagian
pendahuluan di bukunya.
Berbeda
dengan keyakinan para peneliti sebelum atau pada generasi Santos, dia pun
optimistis bahwa Indonesia, yang disebut sebagai bekas peninggalan Atlantis,
menjadi cikal bakal lahirnya sejumlah peradaban kuno.
Para
penghuni wilayah yang selamat dari naiknya permukaan air laut dan letusan
gunung berapi akhirnya berpencar mencari tempat-tempat. Mereka “pindah ke
wilayah-wilayah yang kini disebut India, Asia Tenggara, China, Polynesia,
Amerika, dan Timur Dekat,” tulis Santos.
Penjelasan
serupa juga dikemukakan penulis asal Inggris, Stephen Oppenheimer, dalam buku
“Eden in The East: The Drowned Continent of Southeast Asia” (1998). Dia menulis
suatu benua yang tenggelam akibat banjir bandang, dan naiknya permukaan air
laut sekitar 7.000 hingga 14.000 tahun yang lampau.
Wilayah
yang tenggelam itu berada di wilayah yang kini disebut sebagai Asia Tenggara.
Oppenheimer menyebut benua tenggelam itu sebagai Sundaland. Para penghuni yang
selamat saat itu lalu menyebar ke berbagai tempat hingga ke Eropa, membawa
budaya dan pola hidup mereka. Itu sebabnya Oppenheimer berasumsi asal-usul ras
Euroasia di Eropa bisa ditelusuri di Asia.
Oppenheimer
pun yakin bahwa para penghuni Sundaland saat itu punya peradaban maju dari
wilayah-wilayah lain. “Mereka sudah mengembangkan pola menyambung hidup, dari
sekadar berburu binatang menjadi bertani, berkebun, mencari ikan, bahkan
perdagangan melintas laut. Semua itu sudah dilakukan sebelum 5.000 tahun yang
lampau,” demikian penggalan asumsi dari Oppenheimer.
Sejarah
selama ini mencatat induk peradaban manusia modern berasal dari Mesir,
Mediterania dan Mesopotamia. Tetapi, menurut dia, nenek moyang dari induk
peradaban manusia modern berasal dari tanah Melayu yang sering disebut
Sundaland, atau Indonesia.
Apa
buktinya? “Peradaban agrikultur Indonesia lebih dulu ada dari peradaban
agrikultur lain di dunia,” kata Oppenheimer dalam diskusi bedah bukunya di
Jakarta, Oktober 2010. Tentu, pendapat ahli genetika dan struktur DNA manusia
dari Universitas Oxford itu, memberi paradigma berbeda dari yang ada selama ini
bahwa peradaban paling awal berasal dari Barat.
Berbeda
dengan Santos, Oppenheimer tak langsung menyimpulkan Sundaland adalah Atlantis.
Dia sendiri mengakui butuh penelitian lebih lanjut, dan berharap ada kerjasama
dengan peneliti di Indonesia, untuk menjelaskan Sundaland adalah Surga yang
Tenggelam itu. Tapi, Oppenheimer meyakini Sundaland di wilayah Nusantara itu
punya peradaban sangat maju di masanya.
Sumber: http://www.suratkabar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar